Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat Pemerintahan, Administrasi atau Pidana?

 

Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat Pemerintahan, Administrasi atau Pidana?

Pertanyaan

Mohon petunjuknya penjelasan dan contoh kasus penyalahgunaan kewenangan yang dimaksud dalam Pasal 17 dan 18 UU 30/2014. Terima kasih.

Ulasan Lengkap

 
Larangan Penyalahgunaan Wewenang
Guna menjawab pertanyaan Anda, mari terlebih dahulu simak bersama isi dari Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”):
 
Pasal 17
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
  2. Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. larangan melampaui Wewenang;
    2. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
    3. larangan bertindak sewenang-wenang.
 
Pasal 18
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    1. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
    2. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
    3. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    1. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
    2. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
  3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    1. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
    2. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
 
Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui wewenang atau secara sewenang-wenang tidak sah apabila telah diuji dan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.[1]
 
Sedangkan, keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampuradukkan wewenang dapat dibatalkan apabila telah diuji dan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.[2]
 
Aspek Hukum Administrasi Negara dan Pidana dalam Penyalahgunaan Wewenang
Bersumber dari artikel UU Administrasi Pemerintahan “Trigger” Berantas Korupsi, Guru Besar Hukum Administrasi Universitas Hasanuddin Prof Guntur Hamzah menyatakan bahwa pelanggaran administrasi yang merugikan uang negara bisa selesai di tingkat administrasi pemerintahan, tetapi jika ditemukan niat jahat masuk wilayah pidana (korupsi).
 
Selain itu, Prof Zudan Arif Fakhrulloh memaparkan bahwa masyarakat masih bisa melaporkan dugaan penyalahgunaan kewenangan kepada aparat penegak hukum dan berkoordinasi dengan aparat pengawas internal pemerintah.
 
Beliau menambahkan, kalau laporan itu bersifat administratif diselesaikan melalui pengawasan internal pemerintah, tetapi kalau ada indikasi pidana tetap ditangani aparat penegak hukum.
 
 
Selanjutnya kami merujuk pada laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan pada artikel Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara, berdasarkan Pasal 20 UU 30/2014, maka pengawasan dan penyelidikan terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang terlebih dahulu dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hasil pengawasan APIP dapat berupa tidak terdapat kesalahan, terdapat kesalahan administratif, atau terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
 
Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang merasa kepentingannya dirugikan oleh hasil pengawasan APIP dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang.[3]
 
PTUN berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan ada atau tidaknya penyalahgunaan wewenang sebelum dilakukan proses pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang (“Perma 4/2015”).
 
Adapun PTUN baru berwenang menerima, memeriksa dan memutus setelah adanya hasil pengawasan APIP.[4] Putusan tersebut harus diputus dalam jangka waktu paling lama 21 hari kerja sejak permohonan diajukan,[5] dan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.[6] Selanjutnya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memutus permohonan banding tersebut 21 hari sejak diajukan[7] dan putusan tersebut bersifat final dan mengikat.[8]
 
Alat bukti dalam penilaian ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang:[9]
  1. Surat atau tulisan.
  2. Keterangan saksi.
  3. Keterangan ahli.
  4. Pengakuan Pemohon.
  5. Pengetahuan hakim.
  6. Alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.
 
Masih bersumber dari artikel yang kami sebutkan sebelumnya, Dian Puji Simatupang, Pakar Hukum Administrasi Negara Hukum Universitas Indonesia menyatakan dugaan penyalahgunaan wewenang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu secara administrasi. Kemudian apabila berdasarkan putusan pengadilan terbukti ada 3 unsur dalam ranah pidana yaitu ancaman, suap, dan tipu muslihat untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah, maka diselesaikan melalui proses pidana.
 
Contoh Kasus
 
Para pemohon ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Subs. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  jo. Pasal 55 dan Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (hal. 134).
 
Para pemohon, yang bekerja di Pemerintah Kabupaten Labusel, mengajukan permohonan agar penetapannya sebagai tersangka tidak beralasan menurut hukum karena penerimaan dana bagi hasil pemungutan pajak bumi dan bangunan memiliki payung hukum (hal. 135).
 
Bahwa berdasarkan keterangan ahli menyatakan proses kejadian perkara ini merupakan ranah hukum administrasi sehingga hukum pidana adalah jalah terakhir yang harus ditempuh (hal. 143).
 
Selain itu, majelis hakim berpendapat bahwa pemohon dapat mengajukan pengujian ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan untuk menilai sah tidaknya perbuatan para pemohon, mengingat dasar hukum yang dipakai oleh para pemohon telah dicabut (hal. 143-144).
 
Namun, persidangan (di PTUN) untuk menentukan ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang berdasarkan Pasal 21 UU 30/2014 tersebut,  tetap bisa diajukan meskipun para pemohon diproses hukum (pidana) (hal. 144).
 
Setelah termohon (Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh pihak Kepolisian) menemukan bukti permulaan yang cukup dan perolehannya sesuai prosedur, keberatan pemohon yang menyebutkan telah mengembalikan semua dana bagi hasil tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenaran (hal. 144).
 
Alasan administratif yang dikemukakan pemohon harus diuji kebenarannya apakah ada tidaknya perbuatan penyalahgunaan kewenangan, dan hal tersebut juga tidak dapat dijadikan alasan untuk mengajukan praperadilan, melainkan hanya dapat diajukan pada saat pembuktian pokok perkara. Sehingga, untuk itu para pemohon bisa mengajukan pengujiannya ke PTUN (hal. 144).
 
Majelis hakim pada amar putusannya menolak permohonan praperadilan para pemohon untuk seluruhnya dan membebankan biaya perkara sebesar Rp5 ribu pada masing-masing pemohon (hal. 145).
 
Dari putusan yang kami jelaskan di atas, meskipun majelis hakim menolak permohonan praperadilan oleh para pemohon, dalam pertimbangan hukumnya majelis membenarkan bahwa para pemohon dapat mengajukan pengujian ke PTUN untuk menilai apakah perbuatan para pemohon termasuk penyalahgunaan wewenang, dalam kaitan dengan kasus pidana korupsi yang dijalani oleh pemohon.
 
Majelis juga mengakui bahwa hasil putusan PTUN nantinya dapat dijadikan dasar ketika pembuktian pokok perkara di pengadilan, untuk membuktikan bahwa perbuatan pemohon bukan merupakan korupsi.
 
Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, salah satu contoh dari penyalahgunaan kewenangan yang ada dalam kasus di atas adalah ketika seorang pejabat pemerintahan melakukan sesuatu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
 
Dalam kasus di atas, pejabat terkait dapat dikatakan menyalahgunakan wewenang apabila dalam persidangan di PTUN terbukti bahwa perbuatan mereka menerima dana bagi hasil pemungutan pajak bumi dan bangunan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, mengingat dasar hukum yang dijadikan alasan oleh mereka telah dicabut.
 
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara, diakses pada 8 September 2020, pukul 18.36 WIB.
 
Putusan:
 

[1] Pasal 19 ayat (1) UU 30/2014
[2] Pasal 19 ayat (2) UU 30/2014
[3] Pasal 21 ayat (1) dan (2) UU 30/2014
[4] Pasal 2 ayat (2) Perma 4/2015
[5] Pasal 21 ayat (3) UU 30/2014
[6] Pasal 21 ayat (4) UU 30/2014
[7] Pasal 21 ayat (5) UU 30/2014
[8] Pasal 21 ayat (6) UU 30/2014
[9] Pasal 13 Perma 4/2015

Belum ada Komentar untuk "Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat Pemerintahan, Administrasi atau Pidana?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel